Ada tiga macam
pengertian Langit
Dari pokok bahasan yang telah dibicarakan
jelaslah bahwa ada tiga macam pengertian langit.
a.
Langit
Alam-mikrocosmos
Yang dimaksud dengan
langit-mikro-kosmos adalah langit yang ada dalam dunia atom. Inti atom merupakan
mataharinya dan elektron yang mengorbit mengelilingi inti itu se-olah-olah
planetnya, itulah sebabnya maka dalam istilah atom fisika dikatakan “elektron-planet”.
Garis orbit elektron planet ini dari satu sampai tujuh orbit, jadi langit alam mikro atau
langit dunia-atom itu memiliki tujuh lapis langit juga.
b. Langit Alam-jagat-raya/
alam Makrocosmos
Alam
jagat-raya adalah Alam materi yang berisi Gas intersteller, gas antar bintang
yang melalui peroses yang panjang mewujud menjadi tak-terhingga banyaknya Galaksi,
dimana Galaksi itu adalah kumpulan trilliunan matahari-matahari, dan
matahari-matahari (bintang) itu adalah merupakan
Solar-sistem. Solar sistem ini memiliki satelit-satelit yaitu Planet-planet
yang mengitarinya (mengorbit). Diantara miliunan Galaksi terdapatlah satu
diantaranya galaksi kita yang dinamai Galaksi Bima Sakti dan diantara trilliunan
matahari dalam Galaksi Bima-Sakti itu terdapatlah matahari kita, diantara
satelit matahari kita, ditemukanlah bumi kita seperti sebutir pasir ditengah
padang pasir bila dibandingkan keadaan bumi kita ditengah-tengah sebuah
galaksi. Jadi bumi kita adalah bahagian terkecil dari sebuah Galaksi kalau
didalam jagat bumi kita hanya merupan sebutir debu. Kalau alam raya ini juga
disebut langit, berarti Bumi kita adalah bahagian dari langit. Kalau begitu
bagaimana memahami ayat : “Allah menciptakan langit dan bumi?” Menurut berita Al-
Qur’an Alam raya ini yang dalam satu wawasan disebut juga langit, memiliki juga
lapisan-lapisan sebanyak tujuh lapis. ( Akan dijelaskan
kemudian di fasal lain).
c. Langit Alam Gaib (Alam Ruh).
Langit
yang dalam pengertian Alam Ruh, Al-Quran menyatakan ada berlapis-lapis, tapi lapisan itu bukan seperti
kue lapis, kalaupun dikatakan bertingkat-tingkat bukan seperti gedung yang bertingkat
tapi tingkatan itu hanya berupa nilai
ketinggian. Sepanjang jangkauan pandangan cerah para waskita dalam Filsafat-
Islam atau ilmu Tasawwuf, langit Alam Ruh itu meliputi tujuh lapisan Alam Ruhani,
sesuai dengan firman Allah:
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ
الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ>ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ
كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ
“Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, tidak akan kau lihat pada
penciptaan Tuhan Yang Maha Penyayang itu sesuatu yang tidak sesuai, karena itu
lihatlah kembali, adakah kau lihat (yang tak seimbang) dari ciptaannya?”
Kemudian pandanglah
sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan
sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.(Q.S.67 Al-Muluk: 3,4).
Ayat ini menerangkan bahwa langit itu berlapis-lapis sebanyak tujuh
lapis. Kalau langit yang dalam ayat ini diartikan Alam jagat raya, apakah Alam
semesta itu berlapis-lapis?Alam semesta merupakan ruang yang tak bertepi kemana
saja arah akan tembus tak ada dinding yang membatas. Maka langit dalam ayat ini
adalah langit yang immateri merupakan
alam Ruhani yang nilai Ruhnya yang betingkat, yaitu: Alam Ruh tingkat materi/benda disebut dengan
istilah Ruh Jamadi, alam ruh
tingkat daya bertumbuh disebut Ruh Nabati, tingkat daya hewan/ daya hawa
nafsu disebut Ruh-Hewani, tingkat daya Intelegensi disebut Ruh Insani, tingkat
daya Mental disebut Ruhani, tingkat daya Spiritual disebut Ruh Rahmani
dan tingkat daya Supra Spiritual disebut Ruh Rabbani ( Nama-nama langit
ini hanya di dapat dalam kajian Filsafat-Islam dan Tasawuf , tidak ada istilah
tersebut dalam Al-Qur’an atau Hadist).
Di langit Solar-Sistim
memang ada langit yang bertingkat-tingkat (Q.S. 71 Nuh: 15), dikatakan bertingkat bukan
berlapis/bertingkat keatas tapi kerena jalur orbit planetnya yang jaraknya
semakin jauh dalam tujuh orbit Ayat ini
dijadikan dalil kerena ada ayat berikutnya yang menerangkan bahwa dalam langit
itu ada matahari dan bulan. Sedang dalam ayat 3 surat Al-Muluk tadi ayat sebelumnya Allah
bercerita tentang masalah hidup dan mati. Mati adalah masalah gaib, maka pada
ayat 4-nya Allah menyuruh merenungkan sekali lagi, jadi tiga kali renungan,
berarti masalah langit yang berlapis ini bukan lagi masalah Alam jagat-raya
tapi masalah alam gaib, yang pengetahuan
manusia tentang yang gaib ini sangat minim. Selanjutnya dalam ayat 5 surat Sajadah ada difirmankan
Allah :
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ
إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ
سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
“Dia yang mengatur
urusan dari langit ke bumi, kemudian naik lagi kepada-Nya dalam sehari yang ukurannya
adalah “seribu” tahun dengan hitungan kamu” (Q.S. 32. As-Sajadah : 5).
Kalau langit dalam ayat ini diartikan ruang jagat-raya
maka Amar Allah diatur dari pusat pusaran langit jagat raya turun kebumi kita dan
naik lagi kelangit. Berarti Allah bersemayam dipusat langit ruang jagat yang
tak bertepi yang berisi tak terhingga banyaknya galaksi-galaksi dan benda
langit lainnya, lalu mengatur urusan-Nya kebumi-kita salah satu pelanet kecil
diantara tak terhingga banyaknya bumi bumi yang lain dijagat raya, lalu naik
lagi.kelangit tempat bersemayamnya Allah ( Apakah bumi kita saja yang diperhatikan
Allah sedang bumi-bumi yang lain tidak disebut sebut ?), tentu hal ini suatu hal
yang mustahil.
Kalau jawabannya tidak mungkin, berarti kata “langit” diayat
tadi bukan bermakna alam semesta atau jagat raya melainkan “ langit alam gaib” yang diliputi qudrat
iradat Allah, yang merupakan aktivitas amar Allah. Dengan dalil-dalil logika yang
penulis kemukakan ini merupakan landasan
berpikir penulis dalam menetapkan hipotesa bahwa ada “langit” yang bermakna “langit-alam-gaib”,
yaitu langit yang dilewati Nabi ketika Mi’raj.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar