Minggu, 27 November 2011

MENYONGSONG TAHUN BARU HIJRIAH 1433


   Kita baru saja  membuka pintu gerbang tahun baru Islam tahun Hijrah tahun berdirinya Daulat Islamiyah di Madinah  tgl 12 Rabiulawal bertepatan dengan      16 Juli 622 M = 1389 tahun silam kalau hitangan tahun Hijrah = 1433 tahun silam. Kenyataan kita lihat ketika jatuh tanggal 1 Muharram 1432 umat Islam tak terkesima tapi ketika jatuh tahun baru 2011 M manusia begitu meriah menyambutnya dengan gegap gempita, ada acara di TV ada di lapangan ada kelompok suku membuat acara tertentu untuk menyambut tahun baru tersebut. Tahun baru Masehi sudah mendunia menjadi milik umat Manusia. Kaum Muslimin juga merasa tahun baru Masehi itu adalah bagian dari kehidupan berbudaya malah mereka melupakan tahun baru Islam padahal ia kaum Muslimin. Betapa jauhnya sudah umat menelantarkan Agamanya, keyakinannya, menelantarkan Pedoman hidupnya yaitu Al-Quran yang pesannya :

Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,
قُلْ آمِنُوا بِهِ أَوْ لا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ سُجَّدًا
107
dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi".
وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولا
108
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.
وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
109

Saya sering mendengar bahwa para Penceramah mengatakan dalam rangka mengisi tahun baru Hijrah hendaklah kita berupaya :
Mengislamkan diri sendiri, mengislamkan keluarga, mengislamkan masyarakat. Pekerjaan ini amatlah mudahnya kalau bertepatan anda memang Muslim punya istri Muslimat sudah pasti anak-anaknya Muslim, apalagi tinggal dalam masyarakat yang pada umumnya beragama Islam sudah selesailah tugas. Tapi kalau kewajiban ini kita tingkatkan menjadi:”mensunnahkan diri, mensunnahkan keluarga dan mensunnahkan msyarakat dan memasyarakatkan sunnah barulah terasa beratnya tugas tersebut”.
Taroklah misalnya kita sudah mengaji Ajaran Sunnah Nabi dan mengamalkan nya, tetapi istri ada yang mau ikut mengaji dan ikut sunnah tapi ada yang bersikeras memegang tradisi leluhurnya: Alhamdulillah isteri ikut mengaji dan sunnah bagaimana anak kalau sudah dewasa , berumah tangga lalu pindah ikut mertua ?. Jawabnya ” Ya anak anak juga dibawa berjalan diatas jalan sunnah Nabi ”, Ya itu kalau masih dalam tanggungan bagaimana kalau anak kita diperistri dari keluarga khurafat, ahli bid’ah dan berbudaya musyrik, berpikiran Liberal dan ajaran yang menyimpang lainnya, apakah anak anak itu tetap bertahan di Sunnah ? Nabi Muhammad punya tiga orang menantu : Abdu’l ‘Ash bin Rabi’, suami Zainab, Utbah Ibn Abal Hakam suami Ruqaiyah, ‘Utaiba Ibn Abal Hakam suami Ummi Kaltsum; ketiga menantunya ini tak mau beriman dengan ajaran Islam malah masih bertahan dengan kemusyrikannya mengikut tradisi leluhurnya. Ketika Abu’l Ash bin Rabi’ tertangkap dalam pertempuran Zainab menebus mantan suaminya takut kalau tak ada yang menebus akan dieksekusi mati dan Rasulullah tidak mencegahnya itu bukan merupakan kesalahan dan kelemahan Nabi Muhammad atau kelemahan putrinya Zainab . Beliau maklum bahwa dalam hati putrinya masih tersimpan  kenangan indah  bersama suaminya. Itu keluarga Nabi Muhammad apalagi kita yang punya iman hanya secuil
Dakwah ditingkat dua ini sudah terasa berat apalagi kalau ditingkatkan menjadi : Men-DIN-kan diri, men-DIN-kan keluarga dan men-DIN-kan masyarakat dan memasyaraktkan DIN, amatlah beratnya karena pengertian DIN itu sangat dalam dan luas
Mari kita dengar apa kata Allah tentang DIN.
             Pada umumnya kata “DIEN” selalu diartikan dengan : AGAMA, padahal kata Dien itu mengandung arti yang banyak. Diantaranya :
              Kepercayaan, tata cara, pengabdian (ibadah), aturan hidup, hukum yang memberi sangsi (paksaan), kemerdekaan atau kemenangan, keputusan, ketentuan Allah, ajaran yang membentuk kesalehan dan ketaatan,  perhitungan baik dan buruk atau untung dan rugi, balasan yang setimpal

1.     Pengertianb Dien

             Di dalam Al-Qur’an ada tujuh kata yang terkait dengan kata Ad-Dien itu : Allah, Islam,Qaiyim, Haq, Khalish, Hanif dan Washib.
a.       Dianu’llah
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ  يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ  فِي السَّمَوَاتِ  وَالاَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ(3)
      “Apakah mereka masih mencari Agama lain selain Dienu’llah padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan bumi/ baik dengan suka atau terpaksa, dan kepada Allah juga mereka dikembalikan “( Q.S.3 /Ali Imran : 83)
      Dari ayat tersebut di atas  dapat kita mengambil makna yang tersirat bahwa pengertian Dien adalah :  suatu bentuk keyakinan dan kepercayaan masyarakat yang mengenal Allah, Tuhan yang maha Esa.

b.      Dienul’l Islam
انَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الاِسْلامُ  وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ...............(1)
      “ Sesungguhnya Ad-Dien yang disisi Allah adalah Al-Islam, dan tidaklah berselisih faham orang-orang yang telah diberi Al-Kitab itu, melainkan setelah datang kepada mereka itu ilmu pengetahuan yang saling mendengki diantara mereka……..! (Q.S.3 / Ali Imran : 19)
Dienu’l Islam = aturan hidup atau hukum yang mengatur kehidupan masyarakat yang tunduk kepada Sunnatu’llah dan Sunnah Rasul
c.       Dienu’l Qayim

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ................(0)

      “Hadapkanlah mukamu kepada Dien yang Hanif (lurus) adalah fitrah Allah (ciptaan Allah), dimana manusia itu diciptakan berdasarkan fithrah tersebut, tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, itulah Dienul’l Qaiyim…..” (Q.S.Ar-Rum/30 : 30)
      Dienu’l Qaiyim dalam ayat ini bermakna : Suatu bentuk tatanan masyarakat yang merdeka dan berdaulat yang sudah melepaskan diri dari belenggu dan ikatan apapun selain ikatan Allah.

d.      Dienu’l-Haq

قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الاخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّم اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ.................(2)
      “Perangilah orang-orang yang tidak percaya kepada Allah dan hari akhirat serta tidak mau mengharamkan apa yang telah  diharamkan Allah dan rasul-Nya dan tidak berAgama dengan Agama yang benar ( Dienu’l Haq)………” (Q.S.9/At Taubah : 29 )

      Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa Dienul ‘l Haq merupakan kumpulan keputusan-keputusan dan ketentuan Allah yang dijadikan pola anutan manusia dimana keputusan itu terjamin kebenarannya karena berdasar fakta dan data.

e.       Dienul Khalish

الا لله الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىِ
      “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah Dienu’l Khalish (Agama yang bersih) dan orang-orang yang mengambil pelindungnya selain dari Allah berkata : Kami tidaklah mengabdikan diri kepada mereka melainkan hanya mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya ……” (Q.S.39/Az-Zumar : 3)

      Pengertian Dienu’l Khalis dalam ayat diatas adalah Agama yang suci murni. Iman yang bersih dari kesyirikan, Ibadah yang bersih dari hal yang Bid’ah, pikiran bersih dari Khurafat, tingkah laku yang bersih dari maksiat dan hati yang bersih dari kebencian, kedengkian dan segala penyakit hati.
      Dienu’l Khalish = Agama yang mengajarkan budi pekerti kepada ummatnya sehingga terbentuk masyarakat Islam yang hidup dalam keshalehan dan ketaatan kepada Allah (berbudi pekerti mulia)
             f.   Dienu’l Hanif
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ(5)
       “ Mereka tidaklah diperintah melainkan supaya mengabdi kepada Allah dengan ikhlash baginya untuk berAgama, dengan jiwa yang lurus, dengan menegakkan sholat , mengelurkan zakat :        yang demikian itulah Agama yang teguh-tegar” (Q.S.98/Al-Baiyinah : 5 ).
      Kata hanif dalam ayat diatas “ yang lurus” yaitu keperibadian yang lurus, jujur dan adil.
      Dienu’l Hanif = Agama yang sanggup membentuk sikap pribadi penganutnya menjadi peribadi yang Amanah karena hidupnya penuh kejujuran.

       g. Dienu’l Washib
وَلَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالاَرْضِ وَلَهُ الدِّينُ وَاصِبًا أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَتَّقُونَ(2)

      “Dan bagi Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada dibumi dan baginya juga Dienu’l Washib (Agama yang tetap, berkesinambungan ), apakah ada selain Allah untukmu bertaqwa ?” (Q.S. 16/An-Nahli : 52)

      Ayat di atas menjelaskan bahwa Dienu’l Washib adalah ajaran Islam yang sudah di jiwai oleh penganutnya sehingga tradisi orang Islam adalah syari’at Islam itu sendiri sehingga terbentuk suatu peradaban yang merupakan buah dari Islam itu, dimana buah itu harus di wariskan kepada generasi penerus dibelakang hari
           

            Jadi dalam kata DIEN itu terkandung makna :
a.       Bentuk keyakinan dan kepercayaan yang mengenal Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
b.       Hukum yang mengatur kehidupan manusia yang tunduk kepada Suuatu’llah dan Sunnah Rasul
c.       Tatanan masyarakat yang merdeka dan berdaulat dibawah kedaulatan Allah
d.      Kumpulan keputusan dan aturan Allah yang terjamin kebenarannya karena berdasar fakta dan data
e.       Ajaran yang membentuk Budi pekerti penganutnya menjadi shaleh dan taat
f.        Ajaran yang dapat membentuk sikap pribadi penganutnya menjadi manusia amanah dan hidup penuh kejujuran.
g.       Nilai-nilai luhur warisan Allah yang harus diwariskan kepada generasi penerus.
            Dari kesimpulan diatas dapatlah kita difinisikan, bahwa DIEN adalah :
“Suatu tatanan masyarakat yang merdeka, berdaulat dibawah kedaulatn Allah, yang ajaran-Nya mengenalkan tentang Tuhan yang Maha Esa, dimana ummatnya memiliki keperibadian dan sikap mulia yang tunduk pada hukum-hukum dan ketentuan Allah yang terjamin kebenarannya karena memiliki data dan fakta, yang nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya menjadi tradisi dan kebiasahan sehari-hari yang harus diwariskan dan tidak membutuhkan tradisi lain warisan leluhur “
Jadi men-DIN-kan diri :  ”Berupaya membersihkan diri dari aqidah dari segala kemusyrikan, beribadah menurut Sunnah, hidup dalam kepatuhan pada syari’at, mendalami dan menghayati tap-tap Allah, membentuk diri jadi orang yag bersikap berkeperibadian mulia, amanah jujur, dan mewariskan nilai-nilai luhur itu kepada generasi penerus”

Bagaimana membumikan ajaran DIEN ini, cara yang dicontohkan Nabi adalah dengan Hijrah

2.     Hijrahnya Umat

            Kita umat Islam sekarang belum ada yang tertarik mengamalkan Hijrah seperti Hijrahnya Nabi, hanya baru sekadar wacana, memperingati tahun baru Islam lalu berbicara tentang Hijrah tapi enggan mengamalkan sunnah Nabi untuk berhijrah.  Belum ada terdengar ada  kelompok kaum  Muslimin yang berhijrah mencari lahan baru lalu membangun komunitas-Muslim disana untuk mengamalkan Sunnah Nabi dan membangun Madinatu’l- Munawwarah dinegerinya sendiri, misalnya ada Daarus-sunnah perkampungan Muhammadiyah, Perkampungan Keadilan, Perkampungan Anshor dan lain lain padahal Allah sudah berpesan :
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ ءَامِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ(1)
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang aman tenteram, rezkinya datang berlimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduk) nya mengingkari ni`mat-ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat”  ( QS.16/ An- Nahl :112 )

          Kutipan surat An-Nahlu ayat 112 yang tertera diatas mengandung informasi bahwa Allah menyodorkan kepada kita perumpamaan sebuah negeri makmur yang nikmat Allah disana berlimpah-ruah datang dari semua penjuru, tapi umatnya “Kufur Ni’mat” , itulah negeri kita Indonesia yang tanahnya subur tapi penduduknya banyak yang miskin sementara pendatang dari luar negeri mereka hidup mewah..
     .   Pada masa Al-Qur’an diterima Nabi Muhammad, diberitakan dalam Al-Quran bahwa ada negeri subur yang paling makmur di kawasan Yaman dimasa Kerajaan Saba’ yang diperintah Ratu Balqis menguasainya.
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ(1) 
        “Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".( QS. 34/Saba’: 15 )
 
          Negeri Saba’ ini kemudian dikuasai Sulaiman  karena Ratu Balqis menjadi Permaisurinya, maka jadilah negeri itu menjadi negeri makmur  aman sentosa  yang rakyat hidup dalam ridho Allah karena pemimpin Negerinya mau berpedoman kepada ajaran Allah. Kalau negeri Indonesia yang subur ini Pemimpinnya mau berpedoman kepada Ajaran Allah pastilah kemakmuran merata keseluruh daerah dan tidak akan ada seorangpun lagi yang miskin. Kalau Negara tidak mau berpedoman kepada Sunnah kenapa warga sunnah sendiri tidak mau membangun perkampungan ( Daaru’s Sunnah )  untuk membumikan Al-Qur’an. Selagi masyarakat penghuni Daaru’s Sunnah patuh kepada Program Pemerintah yang bersifat Negara-Nasional itu, masyarakat Sunnah  tentu aman tenteram hidup tidak terganggu keamanannya karena UUD-45 menjamin rakyatnya dalam menjalankan keyakinan dan kepercayaan menurut agamanya masing masing. Kalau perkampungan sunnah terwujud dan Al-Qur’an dibumikan pasti masyarakat penghuni Daaru’s Sunnah itu akan hidup tenteram ( ada jaminan Allah dan jaminan Negara) seperti kehidupan umat Islam dimasa Rasulullah. Nasib umat tidak akan terpuruk, tidak ada anggota masyarakat yang miskin lagi, karena para Aghniya’ ( orang kaya ) hanya boleh memiliki kekayaannya sendiri 97,5 % saja dan yang 2,5 %-nya adalah milik faqir miskin. Orang orang yang kurang Iman akan melihat kehidupan masyarakat yang tenteram damai tak ada pencurian tak ada penipuan tak ada kekerasan, pastilah orang orang yang mendambakan hidup damai akan membeli lahan diperumahan Daaru’s-sunnah.



                                                       













    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar